
Kapuspen TNI: Masyarakat Tidak Perlu Khawatir Revisi Undang-Undang TNI Adanya Pasal Karet
Radar~Nusantara | Jakarta ~ Menyikapi ada kekhawatir pasal karet dalam Pasal 47 ayat (2) draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal Nugraha Gumilar, mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir adanya pasal karet dalam revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI.
Sebelumnya pada Kamis, 6 Juni 2024 Panglima TNI Agus Subiyanto di hadapan awak media di gedung DPR RI mengatakan? yang terjadi sekarang adalah multifungsi TNI dan bukan lagi Dwifungsi ABRI.
“Sekarang bukan Dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI, ada bencana kita di situ, ya kan? Jadi jangan berpikiran seperti itu,” sebut Agus.
Pernyataan Agus ini untuk menanggapi kritik dan penolakan masyarakat sipil terhadap rancangan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Kritik menilai revisi UU TNI tersebut memuat aturan yang menghidupkan Dwifungsi ABRI melalui pelonggaran aturan, serta perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Misalnya pada usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) revisi UU TNI.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan sebelumnya juga mengutarakan kekhawatirannya adanya pasal karet dalam Pasal 47 ayat (2) draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Menurut Nugraha, Pasal 47 ayat (2) saat ini sudah berjalan di sejumlah kementerian dan lembaga, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Sekretariat Militer Presiden, Badan SAR Nasional, Kementerian Pertahanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Meski begitu sejauh ini berjalan dengan baik. Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan sebagai pasal karet,” kata Nugaraha dalam pesan tertulis Rabu, 12 Juni 2024.
Menurut Nugraha, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 47, untuk menduduki jabatan di lingkungan sipil ada tahap yang haru dilakukan, yakni harus ada permintaan dari lembaga terkait. Kemudian, setiap prajurit TNI yang disiapkan harus melalui uji tes kompetensi sesuai kebutuhan dari lembaga tersebut.
Imparsial juga sebelumnya mengatakan, revisi UU TNI bisa membangkitkan kembali dwifungsi ABRI setelah era Reformasi. Pintu masuk dwifungsi TNI ini tercantum dalam Pasal 47 ayat (2) draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, mengatakan dalam pasal tersebut disebutkan bahwa prajurit aktif TNI dapat menduduki jabatan sipil di semua kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga prajurit TNI sesuai dengan kebijakan presiden. Padahal, dalam Pasal 47 ayat (1) disebutkan prajurit hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Menurutnya ada frasa karet ‘sesuai dengan kebijakan presiden’. Artinya dalam revisi itu tidak ada aturan main yang dibuat untuk memastikan sejauh mana TNI bisa terlibat, kapan bisa terlibat, dalam konteks apa, sampai kapan dari mana anggarannya.
(igo)