Menuntut Keadilan atas Penculikan Anak oleh Orang Tua Kandung: Di Mana Peran Negara dan Hukum?

Radar-Nusantara | Jakarta  – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan bahwa antara tahun 2011 hingga 2017, terdapat 476 kasus penculikan anak oleh orang tua kandung di Indonesia. Parental abduction, atau penculikan oleh orang tua kandung, sering terjadi dalam situasi konflik keluarga, terutama saat proses perceraian atau perebutan hak asuh anak.

Meskipun tindakan ini telah diakui sebagai tindak pidana berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 330 KUHP, penegakan hukumnya masih belum optimal. Banyak kasus penculikan anak oleh orang tua kandung yang tidak mendapatkan penanganan serius dari aparat penegak hukum, meskipun korban memiliki hak asuh sah berdasarkan putusan pengadilan.

Dampak dari parental abduction sangat merugikan bagi anak, termasuk gangguan psikologis, emosional, dan sosial yang dapat menghambat perkembangan mereka. Seto Mulyadi (Kak Seto), Ketua Lembaga Perlindungan Anak di Indonesia (LPAI), menekankan bahwa tindakan ini dapat menyebabkan trauma mendalam bagi anak, mengganggu kemampuan mereka dalam bersosialisasi dan berkomunikasi.

Ahmad Sofian, Ahli Hukum Pidana Anak dan Dosen Hukum Universitas Bina Nusantara, menegaskan bahwa penculikan anak oleh orang tua kandung bukanlah masalah domestik biasa, melainkan pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas. Sayangnya, implementasi hukum terkait hal ini masih kurang diperhatikan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.

Trisya Suherman, Ketua Umum Moeldoko Center, mengungkapkan bahwa perempuan sering menjadi korban penundaan keadilan dalam kasus parental abduction. Berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2019-2023, sepertiga dari 309 kasus kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami terkait dengan perebutan hak asuh anak. Sayangnya, pelaku sering kali tidak peduli dengan hukum dan terus melakukan kekerasan terhadap ibu dan anak.

Berikut adalah beberapa kasus nyata yang dialami oleh ibu-ibu korban parental abduction:

Nur: Anaknya, A, telah diculik dua kali dan terpisah lebih dari setahun. Hal ini berdampak pada kesehatan mental Nur sebagai pemegang hak asuh.

Aliya: Kakaknya, Aliya, telah terputus komunikasi selama berbulan-bulan, sementara laporan sudah berjalan selama satu tahun namun tidak ditindaklanjuti.

Angelia Susanto: Anaknya, EJ, diambil paksa oleh ayahnya yang merupakan WNA Filipina sejak tahun 2020, bahkan dibantu oleh oknum polisi yang sampai sekarang belum bisa ditemukan. EJ diduga diselundupkan ke luar negeri tanpa dokumen yang sah.

Anlita: Mengalami KDRT berulang dari mantan suami dan mertua, serta anaknya diambil paksa dan tidak diberikan akses sama sekali.

Shafira: Terpisah dari putri kecilnya selama satu tahun, setelah mantan suami dan mertuanya mengambil paksa anaknya saat dia tidak berada di rumah.

Felicia Haliman: Berhasil melarikan diri bersama putri tunggalnya dari sekapan dan KDRT mantan suami serta mertuanya, namun harus terpisah setelah diputus aksesnya.

Siti Rahmawati: Meskipun memegang hak asuh inkracht, tidak bisa memeluk kedua buah hatinya karena mantan suami memarahi anak bila berkomunikasi dengan sang ibu.

S: Terpisah dengan kedua anaknya selama 13 tahun, dan anak-anak dipengaruhi sehingga tidak ingin bertemu lagi dengan ibunya.

Para ibu dan korban penculikan anak oleh orang tua kandung menuntut keadilan dan perlindungan hukum atas ketidakadilan yang mereka alami, khususnya penerapan Putusan MK tentang Pasal 330 tentang Parental Abduction. Untuk menyampaikan aduan dan aspirasi agar masalah ini memiliki jalan keluar yang tepat, para ibu yang mengalami kasus ini pun akan melakukan aduan kepada Wakil Presiden melalui kanal ‘Lapor Mas Wapres’. Semoga Wakil Presiden akan terketuk hatinya dan membantu para ibu-ibu ini untuk segera memeluk buah hati mereka kembali.

Penting bagi negara dan aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan nyata dalam menegakkan hukum terkait parental abduction, serta memberikan perlindungan yang maksimal bagi anak-anak yang menjadi korban. Kepentingan dan kesejahteraan anak harus menjadi prioritas utama dalam setiap upaya penegakan hukum.

(Sedney)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Perseteruan Hukum UMKM vs Elza Syarief Memanas, Deolipa: Dana Itu Milik anggota UMKM Bukan Hak Elza Syarief
Next post Otto Hasibuan Tegaskan Pentingnya Single Bar dalam Pengangkatan dan Pembekalan Calon Advokat di Wilkum PT Jakarta