
MA SK 073 Dinilai Menyebabkan Ketidakjelasan Pengawasan Advokat dan Pelanggaran Kode Etik
Radar-Nusantara | Jakarta – Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menerbitkan SK MA No. 073 menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama dari Dewan Kehormatan DPN PERADI. Menurut Ketua Dewan Kehormatan DPN PERADI, Dr. Adardam Achyar, SH, MH, kebijakan ini dinilai membuka celah bagi pelanggaran kode etik advokat tanpa adanya pengawasan yang memadai.
“SK MA No. 073 telah menciptakan fenomena yang mirip dengan mencairnya gunung es, yang dampaknya baru mulai terlihat, dan ini akibat dari kebijakan MA itu sendiri,” kata Adardam dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta.
Adardam menegaskan bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip single bar yang diatur dalam Pasal 28 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Prinsip tersebut seharusnya mengatur adanya standarisasi yang jelas dalam pendidikan, ujian, pengangkatan, pengawasan, serta penindakan terhadap advokat. Namun, dengan terbitnya SK MA No. 073, MA dianggap mengabaikan kewenangan yang sudah diserahkan oleh UU kepada organisasi advokat, dalam hal ini PERADI, untuk mengelola dan mengawasi kualitas advokat.
Dalam UU Advokat, PERADI diberikan kewenangan untuk melaksanakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian, serta mengawasi dan menindak advokat yang melanggar kode etik. Dengan adanya SK MA ini, advokat dapat dengan mudah diangkat tanpa proses yang jelas dan tanpa jaminan bahwa mereka memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh UU.
“Siapa yang akan mengawasi mereka yang diangkat melalui organisasi selain PERADI? Hal ini justru menambah kebingungan dan membuka ruang bagi penyalahgunaan,” jelas Adardam. Dia juga menekankan bahwa saat ini tidak ada lembaga yang berwenang mengawasi dan menindak advokat yang tidak diangkat oleh PERADI, sementara MA sendiri tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut berdasarkan UU Advokat.
Adardam menambahkan bahwa fenomena ini berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, karena masyarakat tidak tahu siapa yang bertanggung jawab jika seorang advokat melanggar kode etik. “Kebijakan MA ini ibarat menabur angin dan menuai badai,” ujarnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, DPN PERADI mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) guna menanggapi permasalahan yang timbul akibat kebijakan SK MA No. 073 tersebut. Hal ini penting agar aturan yang lebih jelas dapat diterapkan dan kualitas serta integritas profesi advokat dapat terjaga.
Pernyataan ini disampaikan untuk memastikan bahwa penegakan hukum dan kode etik advokat tetap berjalan dengan baik, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
[]