
Revitalisasi Budaya di Era Digital: Kompas dan Kemenbud Dorong Investasi Peradaban Bangsa
Radar-Nusantara | Jakarta — Di tengah hiruk pikuk tantangan era digital, Harian Kompas bersama Kementerian Kebudayaan menggaungkan seruan untuk menjadikan kebudayaan sebagai kekuatan strategis bangsa. Seruan ini mengemuka dalam talkshow bertajuk “Menggali Peradaban, Menapak Masa Depan” yang diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta. Acara ini merupakan salah satu rangkaian perayaan HUT ke-60 Harian Kompas dengan tema besar “Mencerahkan Indonesia.”
Direktur Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan, dalam forum tersebut menegaskan perlunya perubahan paradigma dalam memandang kebudayaan. Menurutnya, kebudayaan seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai sekadar warisan masa lalu, melainkan sebagai investasi berkelanjutan yang mampu memberikan nilai tambah ekonomi dan sosial di masa kini maupun di masa depan.
“Kalau tambang dieksploitasi terus akan habis. Tapi kebudayaan, semakin dibicarakan dan dilestarikan, justru melahirkan nilai tambah yang tak habis,” ujar Restu, mewakili Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Fadli Zon. Ia mencontohkan bagaimana perayaan seperti HUT Kompas mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat, mulai dari pelaku seni, UMKM, hingga industri kreatif. Oleh karena itu, Restu mendesak agar kebudayaan ditempatkan dalam arus utama pembangunan nasional, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2045.
Bukan Beban, Melainkan Kekuatan Ekonomi dan Diplomasi
Restu secara tegas menolak pandangan yang menganggap kebudayaan sebagai beban biaya. “Jangan terus berpikir bahwa budaya itu beban biaya. Justru ini adalah investasi bangsa. Festival, peringatan hari jadi, pertunjukan budaya—itu semua punya dampak ekonomi dan sosial yang besar,” cetusnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bagaimana derasnya arus digitalisasi mempermudah masuknya budaya asing ke ruang pribadi generasi muda. Untuk mengimbangi fenomena ini, Restu mendorong langkah-langkah konkret seperti membiasakan mengenakan batik atau tenun saat bepergian ke luar negeri, menyuguhkan kuliner khas Indonesia seperti rendang dan kopi dalam diplomasi budaya, serta menghidupkan kembali sastra dan musik tradisi seperti dangdut dan campursari di kancah global. “Kalau kita ke luar negeri pakai batik, pasti orang bertanya: kamu dari Indonesia ya? Itu bentuk diplomasi budaya yang sederhana tapi strategis,” tambahnya.
Selain Restu Gunawan, talkshow ini juga menghadirkan arkeolog Ali Akbar, yang memaparkan temuan-temuan revolusioner dari situs Leang Karampuang di Sulawesi Selatan dan Muara Jambi. Temuan ini mengindikasikan bahwa jejak peradaban Nusantara jauh lebih tua dari perkiraan sebelumnya, menyoroti urgensi untuk mengangkat sejarah ini ke ruang publik, termasuk melalui platform media sosial agar menarik minat generasi muda.
Penulis dan pegiat literasi Dhianita Kusuma Pertiwi turut memperkaya diskusi dengan pandangannya mengenai peran sastra dalam pelestarian narasi budaya. Dhianita menekankan pentingnya penggalian naskah-naskah kuno Nusantara dan penerjemahan karya sastra Indonesia agar dapat dikenal secara global tanpa kehilangan identitas lokalnya. “Kearifan lokal kita penuh dengan tema dan nilai universal. Literasi budaya harus menjadi jembatan menuju masa depan yang tercerahkan,” pungkas Dhianita.
Acara talkshow ditutup dengan pembukaan resmi Pameran Jurnalistik Kompas oleh Restu Gunawan dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Haryo Damardono. Haryo menekankan bahwa media memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga mencerahkan nalar publik di tengah gelombang disinformasi dan fenomena brain-rot digital.
Pameran Jurnalistik Kompas ini akan berlangsung hingga 4 Juli 2025 dan menjadi bagian integral dari rangkaian perayaan HUT ke-60 Kompas. Rangkaian acara lainnya meliputi lomba poster, gowes ke makam pendiri Kompas, pertunjukan wayang kulit, konser Kubikel Kompas, Gala Literasi Nusantara, hingga walking tour dan pelatihan Kompas Institute. Melalui berbagai inisiatif ini, Harian Kompas bersama Kementerian Kebudayaan mengukuhkan komitmennya dalam memajukan kebudayaan sebagai fondasi intelektual dan spiritual bangsa, selaras dengan misi “Mencerahkan Indonesia” di usianya yang ke-60.
(Sedney)