Aspradam dan APMaki Khawatirkan Dampak Impor Food Tray Tak Ber-SNI, Desak Pemerintah Prioritaskan Produsen Lokal

Radar-Nusantara | Jakarta – Kebijakan pembukaan keran impor untuk memenuhi kebutuhan food tray nasional menuai kekhawatiran dari produsen dalam negeri. Asosiasi Produsen Alat Dapur dan Makan (Aspradam) dan Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia (APMaki) menyoroti maraknya food tray impor yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan menggunakan bahan baku yang berpotensi membahayakan kesehatan, terutama bagi anak-anak.

Dalam sarasehan bertajuk “Peran Produsen Food Tray Dalam Negeri dalam Mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG)” yang digelar di Hotel Best Western, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025), kedua asosiasi tersebut mengungkapkan bahwa banyak food tray impor terbuat dari stainless steel 201 alih-alih 304 yang merupakan standar food grade.

“Dari sisi harga memang lebih murah, namun dampaknya dalam jangka panjang merugikan konsumen, terutama jika dikaitkan dengan program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG),” ujar Ketua Aspradam.
Penggunaan stainless steel 201 dinilai tidak memenuhi standar keamanan pangan. Bahan ini mudah berkarat dan bahkan langsung menghitam hanya dalam lima detik saat diuji dengan zat asam. Kondisi ini berisiko bagi kesehatan anak-anak dalam jangka panjang.

Di sisi lain, produsen lokal menyatakan kesiapannya untuk memenuhi kebutuhan food tray nasional. Ali Chandrawan dari PT MBB menyampaikan bahwa industri dalam negeri memiliki potensi besar. “Jika dimaksimalkan, potensi industri memenuhi kebutuhan food tray MBG. Saat ini saja, dalam kondisi standar, kami sudah bisa menghasilkan sekitar 9 juta food tray per bulan,” jelas Ali.

Ia menambahkan, produksi food tray tidak sesulit sektor otomotif. Sayangnya, pelaku usaha merasa minim dukungan dari pemerintah, baik dari sisi informasi maupun teknologi. “Kami merasa berjalan sendiri. Harapan kami, kementerian hadir bukan sekadar regulator, tetapi menjadi mitra dalam mengembangkan kapasitas produksi dalam negeri,” kritik Ali.

Sarasehan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara produsen, pemerintah, dan pemangku kepentingan. Diharapkan, dengan kolaborasi yang kuat, ketergantungan terhadap impor dapat ditekan, dan industri nasional mampu menopang kebutuhan program MBG secara berkelanjutan dan aman bagi konsumen.

(Reporter: Sedney)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Siapa Dia’: Garin Nugroho Hadirkan Film Musikal Epik Sebagai Refleksi Sejarah Sinema dan Budaya Pop Indonesia
Next post Dari Jazz hingga Puisi: LIFEs 2025 Ajak Generasi Muda Maknai Identitas Bangsa dengan Cara Baru